Minggu, 27 Maret 2016

PERAN PEREMPURAN DALAM MELESTARIKAN BATIK DI DESA GIRILAYU



 
Gambar 1. pembatik (https://id.search.yahoo.com)

Batik adalah kerajinan yang memiliki nilai seni tinggi dan telah menjadi bagian dari budaya Indonesia (khususnya Jawa) sejak lama, dan masih ada sampai saat ini. Batik pertama kali diperkenalkan pada dunia oleh Presiden Soeharto, pada acara Konverensi PBB. Walaupun kata batik berasal dari bahasa Jawa, kehadiran batik sendiri tidaklah tercatat. Dahulu batik juga dikenakan oleh R. A Kartini dan suaminya. Motif yang dikenakan adalah motif parang yang dipakai untuk kaum bangsawan ( Prasetyo, Anindito, 2010: 1- 5).
Perempuan – perempuan di masa lampau menjadikan keterampilan mereka menjadi mata pencaharian, sehingga pekerjaan membatik dimasa lampau adalah pekerjaan eksklusif sampai ditemukannya batik cap yang memungkinkan kaum laki-laki untuk masuk dalam bidang ini.
Tradisi membatik pada mulanya merupakan tradisi turun temurun, sehingga kadang kala suatu motif batik dapat dikenali dari keluarga tertentu. Beberapa motif batik juga dapat menunjukkan status seseorang (Prasetyo, Anindito, 2010: 1- 5).

BATIK DESA GIRILAYU
Desa Girilayu lebih terkenal dengan Astana Giribangun dan Astana Mangadeg (Mangkunegaran) dibanding dengan Batiknya. Warga desanya kebanyakan yang mengerjakan batik ternama seperti Danar Hadi, dan lainnya. Desa batik atau kampung batik hanya program pemerintah. Pemerintah memberikan bantuan tetapi seringkali salah sasaran. Bantuan yang seharusnya untuk orientasi pengembangan desa batik, tapi malah menjadi koperasi simpan pinjam sehingga masyarakat sekitar hanya sekedar menjalankan program tetapi tidak untuk kemajuan desa tersebut.
Dari tradisi membatik yang turun temurun masih mereka lestarikan sampai saat ini, Masyarakat mengerjakan batik setengah jadi yang nantinya dikirim Ke Solo untuk proses selanjutnya. Satu lembar kain batik hanya dibayar 150 ribu saja, padahal kalau dijual di toko bisa sampai beratus ratus ribu bahkan berjuta-juta. Masyarakat menginginkan agar batik di desa Girilayu bisa berkembang. Tetapi masih banyak juga yang enjoy dengan hanya menjadi pekerja, bukan pengrajin batik. Perempuan di desa tersebut lebih suka bekerja di kota karena hasil yang didapat dari membatik terbilang rendah sekitar 100-150 ribu per lembar dan itupun perbulan.
Adapun anggapan tentang perempuan desa Girilayu dalam factor berkeluarga terkait perkembangan dan pelestarian batik di desa Girilayu yaitu, “Jika perempuan yang bukan berasal dari desa Girilayu mendapatkan suami orang Girilayu maka perempuan tersebut harus bisa membatik. Tetapi tidak semua masyarakat beranggapan sama, ada yang beranggapan tidak perlu bisa membatik asalkan bisa mengembangkannya”.
Di desa Girilayu terdapat  tempat yang khusus untuk pembuatan batik, yaitu dari mulai penyantingan hingga pewarnaan. Dari cantingan, para warga  bisa dikerjakan dirumah mereka sendiri-sendiri kemudian mewarnainya di sekertariatan desa Vokasi. Kaum peremuanlah yang bertugas dalam menyanting, kemudian dari pewarnaan banyak yang dikerjakan oleh kaum laki-laki. Pewarnaan masih menggunakan warna sintetis, karena mereka menganggap bahwa pewarna alam kurang cerah jika digunakan. 

(Gambar 2. proses pewarnaan)
Pengertian desa Vokasi sendiri yaitu desa yang biasa mendapat bantuan atau dana dari pemerintah untuk mengembangkan desa seperti untuk memelihara sapi perah dan lain-lain. Hasilnya mereka gunakan untuk keperluan koperasi. Dari batik yang dibuat adalah batik tolet yang menjadi ciri khas dari batik karanganyar. Ada dua jenis batik tolet yaitu yang memakai cap dan langsung (batik tulis). Dari produksi yang mereka jual sekitaran Rp 300.000,00 per lembar. Proses yang dibutuhkan sekitar satu bulan sampai dengan tiga bulan.
Salah satu kekayaan alam yang ada di desa Girilayu adalah buah manggis. Pengembangan batik di Girilayu juga memanfaatkan motif buah manggis. Tidak hanya buah manggis yang dijadikan motif membatik, buah durian,daun-daunan juga mereka jadikan motif batik.
Perempuan di desa Girilayu juga aktif dalam mengikuti pelatihan-pelatiahan membatik. Anak-anak perempuan yang masih duduk di bangku Sekolah Dasar juga sudah mendapatkan pelatihan tentang batik. Mereka diajarkan cara membuat pola batik dan mencanting. Dari perkembangan batik sendiri peran perempuan lebih banyak karena proses yang sebagian dikerjakan oleh kaum perempuan. 

(Gambar 3. Batik motif buah manggis)

Referensi:
Prasetyo, Anindito. 2010. Batik Karya Agung Warisan Dunia. Pura Pustaka: Yogyakarta.
https://id.search.yahoo.com