DINAMIKA
KEBUDAYAAN
BUDAYA
KLASIK DALAM ASPEK SEJARAH, ARSITEKTUR, TEKNOLOGI DAN DINAMIKA MASYARAKAT
Tugas
Ini disusun untuk Memenuhi Syarat Mata Kuliah Dinamika Kebudayaan Uji Kopetensi
Dasar 1
Oleh:
SITI
NURHIKMAH
NIM.C0613047
SENI RUPA MURNI
FAKULTAS SASTRA DAN SENI RUPA
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
September, 2014
Budaya
Klasik dan Modern di Indonesia
1. Budaya Klasik dalam
Aspek Sejarah
Istilah prasejarah (preshistory) mengandung pengertian yang
agak membingungkan. Kata tersebut merupakan gabungan dari kata “pra” dan “sejarah”, yaitu masa sebelum prasejarah. Perkembangan sejarah
Indonesia berasal dari penelitian orang-orang Eropa. Perkembangan sejarah
dibedakan menjadi tiga fase yaitu: fase pembentukan (formative phase) yang berlangsung dari permulaan Renaisans hingga tahun 1859 dan masa
1859-1918: fase transisi (transitional
phase) berlangsung antara dua perangdunia, yaitu 1918-1945: dan fase resen
(current phase) dari tahun 1948
hingga sekarang ( Daud Aris Tanudirjo, 2012: 23-26).
Perkembangan di Eropa membawa
pengaruh di Indonesia. Dengan demikian maka mereka mengumpulkan benda-benda
purbakala, dan menjadi penelitian untuk mengetahui arti dan nilai sejarahnya.
1) Tahap
pengumpulan benda-benda ( abad XVII- paruh pertama abad XIX).
Tahap ini awal dari kelahiran prasejarah
di Indonesia yang ditandai dengan munculnya aktivitas pengumpulan benda
prasejarah oleh para kolektor asing. Kegiatan pengumpulan benda sejarah mulai
giat pada tahun 1778 karena didirikannya museum di Jakarta yang bernama Bataviaasch Genootschap van Kunstenen Wetenschappen
yang menjadi cikal bakal museum Nasional sekarang. Selain mengumpulkan kapak neolitik muncul juga pengumpulan barang
kuno. Di kala itu berbagai kapak dari berbagai Priangan, Banyumas dan Bagelan
terkumpul dan semuanya disimpan dibagian etnografi.
Selain alat batu perhatian terhadap
peninggalan megalitik mulai
dilakukan. Mulanya bangunan megalitik
masih dianggap sebagai bangunan Hindu. Pada tahun 1802 seorang misionaris, E.C.
Wilsen menyusun laporannya tentang penemuan benda pada zaman megalitik berupa tempat pemujaan yang
terdiri dari bangunan teras, menhir,
dan patung nenek moyang di Serang, Lemo, Cirebon (Daud Aris Tanudirjo, 2012:
29).
2) Tahap
Pendeskripsian (paruh kedua abad XIX)
Kegiatan mengumpulkan
barang sejarah makin marak bertujuan untuk mengetahui latar belakang
sejarahnya. Kolektor yang beragam kalangan menyebabkan beda pendapat. Tinggalan
yang paling mencolok dari periode ini adalah kapak batu dan perunggu,
nekara perunggu, megalit dan fosil
manusia. Selain terhadap koleksi benda neolitik,
perhatian terhadap bangunan megalitik
semakin besar.Yang paling rinci terjadi pada kubur megalitik di Bondowoso. Tak hanya benda arkeologis pada tahun ini juga perhatian terhadap fosil fauna dan
flora mulai marak.
Raden Saleh sebagai
pelukis pribumi mendiskripsikan fosil Vertebrata yang ia kumpulkan di tahun
1866 dan 1867 dari daerah sekitar Kedunglumbu dekat dengan Kedungbrubus.
Beberapa diantara hewan tersebut adalah Mastodon
sp, Stegodon trigonocephalus, Stegodon bombofrons, Stegodon sp, Elephas
namadicus, Elephas hysudrindicus, Elephas sp dan Cervus sp. Fauna tersebut
setara dengan fauna yang berada di Tersier dari Narbada dan Siwalik, India (Daud
Aris Tanudirjo, 2012: 30).
3) Tahap
Penelitian Sistematis ( Akhir abad XIX-Masa Kemerdekaan)
Tahap ini dipandang sebagai kelahiran
dari ilmu prasejarah di Indonesia, yang mempunyai ciri timbulnya kegiatan eksplorasi yang sangat intensif pada situs prasejarah. Aspek
prasejarah yang menonjol mendapat perhatian adalah fosil manusia purba dan
hewan, sisa kehidupan dalam gua, tinggalan megalitik,
dan benda logam.
Pada tahap ini mulai muncul figur yang
meletakan landasan bagi prasejarah Indonesia. Stein Callenfels sangat tertarik
pada peninggalan prasejarah dan merupakan pejabat pertama yang diangkat
dilembaga purbakala untuk mengadakan penelitian di Indonesia. Situs yang
menjadi tempat dia untuk melakukan penelitan adalah Situs Kalumpang dan gua di
Sulawesi Selatan, Situs bukit kerang (kitchenmidden) di Sumatera Utara, Gua
Lawa di Jawa Timur dan penelitian Sarkofagus di Bali ( Daud Aris Tanudirjo,
2012: 31).
4) Tahap
Penelitian Multidisipliner (Masa
Kemerdekaan-Sekarang)
Selanjutnya perkembangan
berlangsung hingga sekarang sejak masa kemerdekaan dengan penelitian
menggunakan sistem multidisipliner.
Yang mempunyai ciri oleh upaya untuk menemukan tingkatan kultural yang
dilaksanakan secara komparatif dalam
membagun kronologi prasejarah dengan kajian lintas disiplin.
Hasil penelitian telah
memberikan kemajuan yang sangat pesat dalam prasejarah dan melahirkan teori
dalam hipotesis tentang perkembangan
budaya wilayah sebaran dan asalnya. Figur yang paling mencolok adalah Hendrik
Robert Van Hekeren yang memperkenalkan pendekatan multidisipliner dalam penelitian. Penelitiannya dilakukan pada
sekitar 1948-1956 antara lain di Kalumpang, Leang Pattae (Sulawesi Selatan),
Flores, Pacitan, Bali, Anyer, dan di gua Puger di Situbondo ( Daud Aris
Tanudirjo, 2012: 35).
·
Konsep Penulisan
Prasejarah di Indonesia
a) Rentang
waktu yang panjang, secara umum prasejarah Indonesia di awali dengan kolonisasi
kepulauan pertama oleh manusia purba di sekitar awal pleistosen dan berakhir pada pengenalan tulisan disekitar permulaan
masehi.
b) Interaksi
manusia, budaya dan lingkungan, periode yang tertua kehidupan manusia
tergantung pada alam sehingga budayanya sangat di pengaruhi lingkungan.
c) Kelekatan
geologis yang strategis, karena
wilayahnya yang strategis maka Indonesia sebagai persentuhan, persemaian, dan
persebaran budaya.
d) Variabilitas
ekologi dan ras, budaya prasejarah
Indonesia pada dasarnya merupakan kumpulan unit budaya yang berkembang dimasing-masing
daerah hingga membentuk mozaik budaya
yang khas.
e) Varibilitas
perkembangan budaya, untuk menghindari adanya kesalahan interpretasi yang
mengesankan seolah budaya yang relatif tidak mengalami perubahan tetapi lebih
terhadap respons terhadap kondisi yang dihadapi. Ada lima peristiwa besar yang
terjadi pada perkembangan prasejarah yaitu:
1. Kemunculan
manusia purba, munculnya manusia purba (homo
erectus).
2. Kemunculan
manusia modern awal, kemunculan manusia modern awal (early modern human) atau homo
sapiens tertua di kepulauan Nusantara.
3. Berakhirnya
zaman es terakhir (wurm), peristiwa
ini membawa dampak pada bidang paleogeografi,
paleoiklim, dan paleokologi
tetapi juga pada geografi hunian dan budaya.
4. Kehadiran
penutur Austronia, dengan budaya neolitik
mengawali tonggak perkembangan prasejarah di Indonesia.
5. Kompleksitas
masyarakat akhir prasejarah, di cirikan dengan kehidupan masyarakat semakin
kompleks menjelang awal masehi, dan mengantarkan Indonesia pada awal transisi
memasuki masa sejarah (zaman protosejarah)
(Daud Aris Tanudirjo, 2012: 36-41).
2. Budaya Klasik dalam
Aspek Arsitektur
Rumah tradisional mempunyai ciri
dari bentuk juga bahan yang digunakan seperti balok kayu, bambu, lembaran-lembaran daun, jenis
rumput atau alang-alang dan serat. Bentuk rumah atap dan dinding di sesuaikan
dengan iklim tropis yang ada di Indonesia. Aturan bentuk, letak ditentukan oleh
keyakinan spiritual yang dianut.
Beberapa
macam rumah tradisional yang ada di Indonesia:
a) Rumah
tradisional Madura, ada dua macam rumah Madura yaitu daerah Madura Barat,
dengan pusat Bangkalan dan Madura Timur.
b) Rumah
Tradisional Jawa, yaitu rumah Joglo, rumah Limasan,
rumah kampung, bentuk mesjid dan Tajung,
dan rumah Panggang pe.
c) Rumah
Toraja, bentuk rumah yang paling
kompleks yaitu Tongkongan (Fuad Hasan, 1984: 152-159).
3. Budaya Klasik dalam
Aspek Teknologi
Teknologi ialah penerapan sistematis dari
pengetahuan-pengetahuan ilmiyah atau pengetahuan yang teratur untuk tugas yang
praktis. Menurut Sumitro ada tiga teknologi yaitu teknologi maju. Kita harus
meningkatkan kemampuan nasional dibidang penelitian dan teknologi yang
menyangkut sumber energi dan mineral (mineral
technology), dibidang nuklir dan mengenai beberapa aspek pokok dalam bidang
teknologi angkasa luar.
1. teknologi
bersifat adaptif (menyesuaikan), yang
dapat dimanfaatkan untuk pemecahan masalah dibidang pangan, pemukiman,
pemeliharaan tana dan perkembanagan industri.
2. teknologi
protektif (perlindungan),
pengembangan teknologi yang bersifat proktektif adalah untuk memelihara,
melindungi dan mengamankan ekologi dan lingkungan hidup bagi masa depan. (Y. B.
Mangunwijaya, 1993. 4)
Di negara berkembang seperti di
Indonesia industrialisasi tidak selalu mengakibatkan berkurangnya
pengangguran. Ekonomi merupakan hasil industrialisasi,
peningkatan perdagangan internasional dan penanaman modal asing. Selain pengangguran
masalah yang belum teratasi adalah di bidang pendidikan. Di negara berkembang
sistem pendidikannya belum memadai untuk menampung jumlah penduduk yang semakin
hari semakin bertambah banyak. Sistem pendidikan mendidik orang untuk menjauhi
pekerjaan yang diperlukan di desa dan
mencari kesempatan bekerja di kota dan membangkitkan harapan yang bersifat urban atau perkotaan (Y. B. Mangunwijaya
1993: 49-50).
Negara yang sedang berkembang
menyadari bahwa membuka daerah luar kota (countryside)
dengan cara pembangunan pedesaan (rural
develoment) dapat menyebabkan desa tergantung pada produk dari kota
metropolitan dan dari negara asing. Dengan demikian kegiatan di desa menjadi
terbengkalai yang justru kegiatan non-agraris yang dipenuhi sendiri. Akibat
teknologi masyarakat lebih bergantung pada produk dari luar.
Dengan adanya kendaraan juga sistem
sosio teknologi menimbulkan kerugian ekonomis dan sistem pemberi kehidupan dari
bumi hanyalah terbatas adanya. Banyak pertanyaan tentang hal ini diantaranya
apakah basis bahan mentah dibumi akan dapat mencukupi untuk mendukung suatu
ekonomi dunia dimana negara berkembang dapat mendapatkan kemakmuran seperti di
Eropa sekarang? (Y. B. Mangunwijaya, 1993:51).
Bagaimana negara yang sedang
berkembang kiranya dapat menyusun pola pembangunan yang dapat membuat mereka
hidup dengan taraf kepadatan penduduk tiga puluh tahun mendatang bisa mencapai dua kali dari jumlah sekarang. Negara
sedang berkembang harus menjalankan kebijaksanaan perkembangan yang diarahkan
pada pemekerjaan (employment-oriented)
dalam induatri dan pertanian harus mengembangkan teknologi menengah (intermediate technologies) yang sesuai
dengan sumber mereka.
Negara berkembang juga harus
meningkatkan kecakapan dalam bidang teknologi tinggi guna proses produksi
dibidang tertentu, namun kebutuhan “teknologi menengah” lebih ada dua alasan
yaitu:
1) Akan
merugikan masalah negara untuk mengermbangkan teknik produksi yang padat karya
2) Negara
berkembang tidak mengembangkan “teknologi menengah” mereka akan terjerat dalam
gerakan yang dapat membawa mereka untuk mengulang pola pembangunan negara
industi.
Operasi
bisnis asing dinegara berkembang terutama perusahaan multinasioan yang amat
efisien dan kuat dapat membuat
“teknologi menengah” amat sulit. Negara yang berkembang sangat sulit
untuk menyusun pola pembangunan (Y. B. Mangunwijaya, 1993: 53-54).
Pada
tingkat kebudayan negara yang kurang berkembang dapat menemukan kunci dari
semangat, motivasi dan penampilan diri yang dapat dipergunakan untk menyusun
pembangunan yang baru dan berbeda. Konsep dari pembangunan sebagai penggerakan
sistem sosial yang belakangan ini mulai berhenti untuk mengejar tujuan baru
harus lebih mengerti lagi betapa pentingnya motivasi, tujuan dan makna dalam
proses pembaruan diri nasional. Jika pembangunan hanya sebagai kerangka dalam
cita hidup yang lebih luas sebagaimana yang telah artikan dalam kebudayaan
tradisional berbagai negara berkembang, maka kecil kemungkinan untuk berkembang
dalam perubahan, penyesuaian kreatif dan pembaruan akan tahan untuk tetap
berlangsung (Y. B. Mangunwijaya,1993:55).
Jika
suatu masyarakat hendak mendapatkan suatu strategi pembangunan yang menuju
kesuatu sistem kemasyarakatan yang menggunakan teknologi yang berbeda, maka
kita harus memuatkan usaha kita dalam usaha kebudayaan tradisional untuk
membentuk kembali dirinya. Bukan saja tantangan modern melainkan untuk
menangani prencarian tujuan dan makna hidup.
Kehampuan eksistensial yang nampak menatap mereka
yang sudah sepenuhnya tertanam dalam apa yang dinamakan kebudayaan kosmopolitan
modern, demikian mungkin dapat meningkatkan proses pembuahan silang yang
diperbaharui dengan kebudayaan serta agama dunia yang tradisional.
Yang seharusnya
dicari yaitu suatu peradaban baru kebudayaan baru. Penduduk diseluruh dunia
membutuhkan kedamaian, kreatif dan kebahagiaan. Kita semua bernasib sama karena
tidak ada masa depan yang terpisah-pisah bagi negara kaya dan bagi negara
miskin. Pemecahan konkrit guna bertujuan dari kreatifitas kultural murni
manusia dan pengabdian energi mental maupun spiritual (Y. B.
Mangunwijaya,1993:56-57).
Kerajaan
hindu budha yang memulai penyebarannya selama abad 1Masehi yang di adopsi oleh
kalangan suku austronesia ciri asing
demi kemaslahatan mereka sendiri. Pemerintah pertama yang terkena pengaruh
India abad 5. Konsep baru berkembang diistana Indo-Melayu, menghasilkan
kultural yang luar biasa dalam semua wilayah artistik.
Dalam
seni arsitektur monumen yang agung telah dibangun istana lokal, kesusasteraan,
puisi, theater dan tarian yang dikembangkan. Periode klasik merupakan masa
pergolakan spiritual dan religius pusat pengkajian agama Budha di Sumatera
merupakan faktor penting dalam perkembangan dan penyebaran doktrin religius
yang baru di Asia Tenggara (Michel Paul Munos, 2009: 438).
4. Budaya Klasik dalam
Aspek Dinamika Masyarakat
Manusia dan kebudayaan merupakan
kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Karena pendukung adanya budaya adalah
manusia atau masyarakat. Cara meneruskan budaya yaitu dengan bahas aatau
manusia yang di karuniai kepandaian bicara. Maka sesungguhnya pendukung
kebudayaan itu bukanlah manusia melainkan masyarakat seluruhnya. Masyarakat
yang berubah sifatnya yang menimbulkan perubahan budaya. Kalau zaman prasejarah
kita ambil satu zaman maka akan ada empat zaman yaitu:
2) Zaman
purba yaitu sejak datangnya pengaruh India sampai lenyapnya kerajaan Majapahit.
3) Zaman
madya yaitu datangnya agama dan pengaruh islam menjelang akhir zaman majapahit.
4) Zaman
baru (modern) sejak masuknya anasir Barat dan teknik modern sampai sekarang.
Kebudayan
daerah mempunyaijalan perkembangan sendiri sesuai dengan kebutuhan masyarakat
setempat. Masalah yang masyarakat hadapi dalam membina kebudayaan baru yang
benar-benar dapat dinamakan Kebudayaan Indonesia (R. Soekmono. 1973: 9-17).
Simpulan
Budaya
bangsa Indonesia tidak lepas dari beberapa aspek yang ada, yaitu aspek sejarah,
aspek arsitektur, aspek teknologi dan aspek dinamika masyarakat. Manusia dan
kebudayaan merupakan kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Karena pendukung
adanya budaya adalah manusia atau masyarakat. Cara meneruskan budaya yaitu
dengan bahasa atau manusia yang di karuniai kepandaian bicara. Maka
sesungguhnya pendukung kebudayaan itu bukanlah manusia melainkan masyarakat
seluruhnya.
Zaman sejaran berasal dari gabungan dari kata
“pra” dan “sejarah”, yaitu masa sebeluam prasejarah. Perkembangan sejarah
Indonesia berasal dari penelitian orang-orang Eropa.
DAFTAR PUSTAKA
Daud Aris
Tanudirjo, dkk. 2012. Indonesia dalam Arus Sejarah.
Jakarta: PT Ichtiar baru van hoeve. Fuad Hasan.
1984. Kapita Selekta Manifestasi Budaya Indonesia. Jakarta: P. T.
Alumni.
Michel Paul
Munos. 2009. Kerajaan-kerajan Awal Kepulauan Indonesia. Yogyakarta: Mitra
abadi.
R. Soekmono.
1973. Pengantar Sejarah Kebudayaan Indonesia 1. Jakarta: Kanisius.
Y. B.
Mangunwijaya. 1993. Teknologi dampak Kebudayaannya. Jakarta: Yayasan obor
Indonesia.
Antara kutipan dan daftar pustaka sudah sinkron. Numerik dan tata tulisnya perlu disesuaikan.
BalasHapus