Gambar
1. Seniman Dwi Mustanto (mas mus).
|
Seniman Dwi Mustanto lahir di Solo
pada 30 mei 1981. Beliau biasa di panggil mas mus, Beliau sebagai salah satu mahasiswa ISI
Surakarta jurusan Teater angkatan 2010. Selain sebagai mahasiswa dia juga
anggota kelompok dari kesenian ketoprak Ngampung dan ketoprak Seniman Muda.
Bakat berkesenian yang beliau miliki diturunkan dari mendiang ayahnya. Mendiang
ayahnya dahulu juga merupakan pemain dalam Srimulat yaitu Almahrum Bapak Agus
Paminto.
Awal
mula mas mus berkiprah dalam seni ketoprak ketika lulus SMA sekitar tahun 2005.
Beliau mulai senang dalam dunia seni peran. Lulus SMA pada tahun 2005, kemudian
beliau tidak langsung melanjutkan jenjang pendidikannya. Beliau mulai masuk kuliah
ketika di ISI Surakarta di buka jurusan Teater. Masuk kuliah tanpa biaya
dikarenakan dosen yang membimbing juga merupakan anggota ketoprak yang sama
dalam satu kelompok.
Pada sekitar tahun 70an kesenian
ketoprak mengalami kejayaan bahkan
menjadikan sebuah ladang bisnis yang menjanjikan pada masanya. Di masa itu para
pemain ketoprak hidupnya sangat mewah dan memilik banyak penggemar seperti
selebritis ibukota. Antusias dari penonton luar biasa, Karena di tahun 70-an
belum terlalu banyakperalatan elektronik
sepertisekarang ini. Masyarakat yang saat itu senang dengan ketoprak
sebagai hiburan dan tontonan.
Pada
masa kejayaannya kelompok ketoprak dalam satu daerah bisa sampai puluhan
kelompok dan itupun laku semua. Kelompok ketoprak yang besar mampu mendatangkan
ribuan penonton dalam satu kali pementasan seperti Siswo Budoyo. Waktu itu di kelompok ketoprak Siswo Budoyo
sudah bisa melakukan promosi menggunakan pamflet melalui helikopter yang di
sebar da atas udara. Itu sebagai salah
satu bukti kemajuan dankejayaan ketoprak pada waktu silam.
Pada
tahun 80an kesenian ketoprak mengalami penurunan peminat, sehingga banyak ketoprak
yang akhirnya gulung tikar. Kelompok yang gulung tikar karena kalah pamor
dengan hiburan elektronik yang serba instan.
Masyarakat pada waktu itu beralih menonton pertunjukan ketoprak dengan
acara televisi. Walaupun televise mampu mengalihkan perhatian penonton tetapi
juga masih ada yang minat untuk menyaksikan seni ketoprak. Penontonya
kebanyakan yang sudah lanjut usia.
Pada
tahun tahun 90an ketoprak Almarhum bpk
Agus Pamito ayah dari mas mus menetap di Balaikambang. Balaikambang yang
dulunya sebagai tempat pemukiman penduduk kemudian di jadikan taman hiburan.
Sejak itu ketoprak Balaikambang mengadakan pentas setiap malam. Pementasan
ketoprak ynag dilakukan tiap malam menjadikan kejenuhan bagi penontonnya,
sehingga antusias penonton semakin hari semakin berkurang.
Pada
juni 2007 ketoprak Balaikambang di relokasi ke desa Nusukan. Para anggota
kelompok ketoprak banyak yang menganggur sehingga tidak mendapatkan
penghasilan. Mereka tidak kegiatan selama direlokasi banyak diantaranya pindah
ke kelompok ketoprak lain untuk tetap berkesenian dan menyambung hidup.
Konsep dalam berkesenian ketoprak dahulunya
adalah mendatangkan penonton. Karena berkurangnya antusias penonton, pada tahun
2007 mas mus melalukan pemberontakan dengan mengubah konsep mendatangkan
penonton menjadi mendatangi penonton. Konsep mendatangi penonton sendiri yaitu
medatangi satu kampong ke kampong yang lainnya. Dari perubahan kosep yang
mereka terapkan berhasil merubah keadaan
dan mendapat antusias yang baik dari masyarakat. Tema yang diangkat biasanya tentang
fenomena yang ada pada saat itu atau yang sedang menjadi perbincangan masyarakat
setempat.
Ketoprak ngampung adalah kelompok ketoprak
memiliki program kegiatan pentas ketoprak dari satu kampung ke kampong lainnya. Ketoprak kampung memiliki program
tahunan yaitu mengadakan pentas keliling di sepuluh desa atau kampung yang
mereka tuju di daerah Solo dengan biaya sendiri. Program yang mereka lakukan di
terima di setiap kampung kecuali Semanggi, karena masyarakat di sana masih
menjunjung tinggi agama yang di anut. Dengan upaya yang dilakukan kelompok ketoprak
ngampung akhinya, berhasil melaksanakan pentas ketoprak di Semanggi, dan
masyarakat Semanggi menerimanya.
Dalam
kesenian pertunjukan ketoprak mempunyai empat unsur yaitu: audio, visual, rasa
dan intelektual. Unsur tersebut yang kemudian menjadi sebuah teori komunikasi.
Unsur yang harus ada dalam seni pertunjukan agar mampu di terima dan dipahami
oleh masyarakat yang melihatnya. Pertnjukan bukan sebagai tontonan semata juga
bisa sebagai alat untuk menyampaikan pesan dan moral bagi masyarakat.
Ketoprak biasanya menggunakan bahasa
yang komunikatif atau mudah dipahami. Peran ata acting yang mereka lakukan
masih menjunjung budaya timur. Setiap kelompok ketoprak juga mempunyai ciri
khas tersendiri dalam pememtasan. Ketoprak ngampung dalam gaya kostum dan
dekorasi juga menyasuaikan tempat yang mereka datangi waktu pentas.
Untuk
melestarikan kesenian ketoprak, para senior menularkan ilmunya dengan
membimbing generasi muda untuk berkesenian. Dari bimbingan yang mereka lakukan
diharapkan generasi penerus juga dapat melestarikan kesenian ketoprak agar
tetap bisa berkembang. Menjaga dan ikut serta dalam melestarikan budaya,
sebagai salah satu kecintaan anak bangsa terhadap budaya mereka sendiri.
Narasumber: Dwi Mustanto (Mas mus).